Sabtu, 02 November 2019

Ketika Ibu Harus Kembali Bekerja


Dari beberapa informasi yang ada, jumlah ibu bekerja yang memiliki bayi jumlahnya semakin bertambah. Dan saya salah satunya. Biasanya yang menjadi alasan seorang perempuan bekerja adalah karena masalah keuangan keluarga. Namun, banyak juga yang memilih bekerja di ranah publik karena memang menyukai dunia publik untuk mengembangkan kapasitas dirinya baik dari tantangan karir atau alasan lainnya. Tapi, saya tidak akan membahas mengenai ibu bekerja di ranah domestik atau di ranah publik. Karena bagi saya, keduanya sama-sama istimewa. Keduanya juga mulia.

Siapapun orangnya pasti akan merasa sangat berat saat harus meninggalkan bayinya. Banyak kekhawatiran dan kecemasan yang muncul. Rasa takut dan bersalah seolah datang bertubi-tubi. Karena tidak memberikan seluruh waktunya kepada anak sehingga memunculkan perasaan seolah-olah tidak bisa menjadi ibu yang baik. Waktu itu, hal itulah yang paling saya rasakan.

Namun, saya mencoba  menyiasatinya dengan menuliskan semua hal yang membuat saya cemas pada saat meninggalkan bayi atau balita di rumah. Beberapa hal itu diantaranya adalah, apakah bayi saya nanti tercukupi ASI nya, apakah saya akan mendapatkan pengasuh yang sayang dan sabar saat anak saya rewel, bagaimana jika tiba-tiba anak saya badannya panas, bagaimana jika anak saya diperlakukan tidak baik oleh pengasuhnya, dan lain-lain.

Saya benar-benar membuat lembar kecemasan dalam sebuah buku pribadi saya. Semua kemungkinan terburuk yang akan terjadi dan yang akan saya dapati serta seluruh bentuk kecemasan saya. Lalu saya melakukan identifikasi masalah satu per satu. Tujuannya adalah untuk menemukan arah solusinya dan keputusan yang akan diambil. Dan hasil identifikasi itu mengerucut pada siapa yang akan menjadi "pengganti" si kecil jika saya sedang tidak di rumah. Namun sebenarnya, ini adalah masalah klasik bagi setiap ibu bekerja.

Terkadang diantara kita, ada yang merasa  lebih beruntung karena ada orangtua atau mertua yang bisa  membantu mengawasi anak disamping pengasuhnya. Tapi, bagaimana bila jika orangtua, mertua atau saudara yang lain tak ada atau tak bisa membantu kita dalam mengawasi anak? Tentu saja hal ini pasti akan menjadi pemikiran mendalam bagi seorang ibu yang hendak bekerja.

Saya berusaha sejak jauh-jauh hari untuk mencari pengasuh sebelum saya berangkat bekerja. Sehingga saya memiliki waktu yang cukup untuk mengenali calon pengasuh yang akan menggantikan saya. Selain itu, supaya calon pengasuh juga belajar dan terbiasa dengan peraturan yang saya terapkan. Mencari pengasuh ini merupakan periode terpenting bagi saya sebelum saya benar-benar meninggalkan anak saya bersama orang lain. Saya sangat berusaha menggunakan seluruh intuisi untuk mendapatkan orang yang tepat bagi anak saya. Orang yang jujur, sehat, berkelakuan baik dan menyukai dunia anak. Dan yang terpenting adalah yang seaqidah dengan saya.

Biasanya bayi mulai ditinggal bekerja pada saat bayi berusia 3 atau 4 bulan. Masih sangat mungil dan memerlukan perhatian ekstra, namun berupaya untuk tidak memberikan ruang pada perasaan dan pikiran yang mengharu biru adalah hal terbaik yang harus dilakukan. Meskipun di perjalanan saya sering menangis terisak-isak setiap kali meninggalkan si kecil bersama pengasuhnya. Barangkali Anda juga pernah merasakannya.

Sebenarnya, kebutuhan bayi relatif masih sangat ringkas. Karena sebagian besar waktunya masih digunakan untuk tidur saja. Stimulasi yang dibutuhkan juga masih sangat sederhana. Saya belajar melalui buku-buku, internet dan diskusi online untuk memperoleh ilmu tentang pemberian ASI eksklusif dan kiat menyusui bagi ibu bekerja.

Tak lupa juga membangun komunikasi positif dengan pengasuh. Saya juga  berusaha menyempatkan waktu untuk mengirim pesan atau menelponnya di sela kesibukan saya bekerja. Hal ini sangat penting dilakukan karena mengingat bahwa, pengasuh anak kita juga manusia. Ia bisa saja mengalami lelah saat mengasuh anak kita. Maka, memberinya semangat, motivasi dan penghargaan kepadanya akan menjadikannya terus bersemangat untuk bekerja dengan baik.

Hal lain yang perlu kita lakukan saat menghubungi ibu pengasuh adalah memastikan apakah anak kita mendapatkan apa yang dia butuhkan sesuai usia dan tahapan pertumbuhannya. Jika saya telah mendapatkan informasi yang cukup dan memastikan bahwa saya telah yakin anak saya mendapatkan seluruhnya dengan baik, maka kini saya dapat menukar " kecemasan" dengan "waspada sewajarnya". Karena telah mendelegasikan tugas ini, maka selanjutnya adalah memberikan kepercayaan dan melakukan pengawasan kepada pengasuh anak.

Meskipun bayi kita belum mampu berkomunikasi dengan kata-kata, namun bayi telah dapat merasakan apakah ibunya ada di sampingnya atau tidak. Bayi kita dapat membedakan saat ibunya pergi dan saat ibunya telah kembali. Bayi kita juga tahu bahwa ia sedang bersama dengan orang lain. Ia belajar mempercayai orang selain ibunya. Maka, ketika saya pergi pun saya tetap berpamitan baik-baik dengan si kecil dan menyampaikan bahwa ia akan baik-baik saja bersama ibu pengasuhnya dan saya menjanjikan akan sepenuhnya bersama si kecil setelah saya pulang dari bekerja.


1 komentar:

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT

ANDROID SOURCE CODES MURAH

ADVERTISEMENT

IKUTI KAMI

Total Pageviews

Popular Posts

ADVERTISEMENT

Aqila Nyanyi - Naik Delman

IKUTI FANSPAGE KAMI

Unordered List

Text Widget