Mengatasi Tekanan Lingkungan Si Sulung
Suatu hari saya mendapati si sulung pulang ke rumah dengan menahan tangis. "Ibu...Aku mau adik bayinya dimasukkan lagi ke perut Ibu," ujarnya sambil menangis tersedu-sedu. Setelah saya usut sebenarnya apa yang terjadi, ternyata anak sulung saya merasa tertekan dengan komentar beberapa tetangga. Ada sebagian dari mereka mengatakan,"Wah...Aqila bisa nggak disayang lagi nih sama ayah ibunya kan udah ada adik…" atau,"Ibunya gendong adik terus ya...kakaknya jadi nggak pernah digendong lagi dong." Dan beberapa celetukan lain yang sebenarnya hanya menggoda si sulung saja. Tapi bagi si sulung hal itu menjadi teror dan gangguan baginya.
Bagi saya ini merupakan bagian yang sulit. Karena saya harus membangun kepercayaannya dan meyakinkannya bahwa apa yang dikatakan orang itu tidaklah benar. Serta memberikan pemahaman bahwa kehadiran adik baru bukanlah sebuah ancaman baginya. Bila kalimat tidak produktif ini datang dari keluarga sendiri tentu saja akan lebih mudah saya mengehentikannya. Namun sayang, anak saya mendengarnya dari para tetangga. Kan tidak mungkin jika saya harus mendatangi mereka satu per satu menyampaikan keberatan saya dan meminta menghentikan gurauan mereka. Sehingga saya memilih berjuang untuk menanamkan rasa percaya si anak bahwa tak ada orang yang mampu mencintai si sulung selain ayah bundanya dan sang adik.
Dari proses panjang ini, saya membuktikan betapa pentingnya memiliki kemampuan komunikasi verbal secara positif dengan anak. Kita juga memerlukan waktu khusus berdua dengan si anak sulung supaya anak memiliki kesempatan untuk bertanya dan mengungkapkan perasaannya. Waktu khusus ini juga berguna bagi orangtua untuk memberikan penjelasan kepada anak secara produktif sehingga apa yang kita sampaikan dapat diterima anak dengan terbuka dan jelas.
0 komentar:
Posting Komentar