CERDAS FINANSIAL DI USIA DINI, KENAPA TIDAK?
“Cetaklah tanah selama masih basah dan tanamlah kayu selama ia masih lunak”
Ungkapan di atas tidaklah berlebihan karena memang benar adanya. Karena hal itu sebuah pengibaratan dari pembiasaan positif pada anak. Kebiasaan positif hendaknya dilakukan sejak usia dini. Di usia dini tentunya akan memudahkan orang tua dalam menanamkan Semua kebiasaan positif. Karena sebuah kebiasaan yang sudah tertanam sejak dini akan membentuk gerak reflek. Sehingga semua kebiasaan positif yang tertanam pada anak akan lebih lama melekat pada diri anak dan tidak akan menjadi beban bagi anak. Akan berbeda hasilnya jika pembiasaan hal positif itu dilakukan saat anak sudah besar, semua kebiasaan positif itu akan menjadi beban bagi mereka. Sehingga mereka akan sulit menerimanya. Yang sering kita jumpai adalah sikap penolakan dari anak baik dalam bentuk sikap membangkang atau sikap acuh dan tak mau tau.
Kebiasaan positif itu salah satunya adalah pengelolaan keuangan. Saya justru banyak belajar dari kakak Aqila. Ada beberapa hal yang saya temukan selama 17 hari pengamatan. Karena dalam mengajarkan cerdas finansial ini, sangat memerlukan keteladanan atau role model bagi anak. Anak melihat bagaimana orang tuanya mengelola keuangan. Misalnya saja, saat saya mengajak kakak Aqila belanja, dia akan melihat bagaimana saya mengatur dan membelanjakan uang. Meskipun apa yang saya tampilkan selama 17 hari itu ada satu kegiatan yang bukan kebiasaan saya sesungguhnya. Sehingga hal ini justru menjadi cambuk bagi saya untuk berubah. Jika saya berhasil menanamkan salah satu karakter dalam cerdas finansial ini, seharusnya saya harus memiliki seluruh karakter yang diperlukan dalam cerdas finansial. bisa mengelola uang dan mengambil keputusan tepat tentang keuangan.
Pengajaran tentang uang ini ternyata maknanya sangat luas, bukan hanya sekadar mengenalkan nilai uang, namun juga penggunaannya. Barang dan jasa diperoleh dengan uang. Dalam proses mencerdaskan finansial anak, saya berupaya sebisa mungkin supaya jangan sampai anak minta ini dan itu tanpa tahu bagaimana semestinya menggunakan uang. Perlu menjelaskan kepada anak dan tidak cukup hanya sekali atau dua kali bahwa barang yang diinginkannya selalu ada kaitannya dengan uang. Menjelaskan bagaimana ayah dan ibu mendapatkan uang dengan bekerja untuk kebutuhan sehari-hari, membeli barang dan untuk kepentingan jangka panjang.
Melatih kecerdasan finansial juga termasuk dengan memberikan pemahaman bahwa anak harus menabung jika ingin membeli sesuatu. Selain itu juga memahamkan kepadanya bahwa setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda dalam membeli barang. Sehingga saat temannya memiliki barang baru dan bagus, ia sudah mengerti bahwa temannya punya kemampuan lebih dibanding dirinya. Harapannya, ketika anak telah mampu memahami setiap orang berbeda, ia tidak akan merengek meminta barang yang sama dengan temannya, karena ia tahu orang tuanya tak mampu membelikan untuknya.
Dengan komunikasi produktif yang saya lakukan bersama dengan suami kepada kakak Aqila, jadilah kami sebuah super team yang selalu saling mengingatkan dan memotivasi agar kakak Aqila memiliki kecerdasan finansial yang akan tertanam pada dirinya hingga ia dewasa. Beruntung sekali ilmu kecerdasan finansial yang disampaikan di IIP, saya dapatkan di usia kakak Aqila masih dalam usia toddlers. Yang mana usia ini adalah masa tumbuhnya otonomi atau kemandirian dirinya. Sehingga ia sangat menikmati semua kegiatannya. Jadi kegiatan melatih cerdas finansial ini, sangat tepat dilakukan di usia toddler, sehingga usia ini sangat menguntungkan bagi saya dalam menanamkan cerdas finansial sebagai salah satu karakter diri. Nah, usia toddler menjadi poin pertama untuk membangun kebiasaan positif kepada anak. So...cerdas finansial di usia dini, Kenapa tidak?
Yang kedua adalah memulai dari hal-hal kecil terlebih dahulu dan meningkatkannya sesuai tahap perkembangan dan kemampuan anak. Misalnya saja untuk mengenalkan uang dan kegunaan uang dapat melalui bercerita atau bermain dengan uang mainan. Kemudian mengajarkannya untuk dapat membedakan antara kebutuhan dan keinginan lalu memberinya pemahaman darimana uang diperoleh. Tahap berikutnya mengelola uang saku dan belajar berbagi baik melalui infaq atau sedekah. Yang tak kalah pentingnya adalah mengajarkan kepada anak bahwa uang bukan sebuah alat untuk menjadikan seseorang memiliki derajat yang tinggi di masyarakat. Karena yang terpenting adalah kehalalan dan keberkahan rezeki yang didapatkan. Serta bagaimana cara kita untuk mensyukuri semua nikmat yang Allah berikan kepada kita.
Yang ketiga dengan cara mengajarkan kepada anak secara perlahan dan mencontohkannya. Memberi penjelasan secara ilmiah namun dapat dipahami anak dan tentunya sampaikan instruksi secara berurutan dan jelas. Dalam hal ini komunikasi produktif sangat membantu orangtua dalam melatih dan mengajarkan hal positif kepada anak-anaknya. Intinya, anak memerlukan role model untuk melatih cerdas finansialnya, sehingga orang tua tentu saja harus menjadi teladan yang baik bagi anak-anak. Proses melatih kecerdasan finansial ini akan terus berlanjut hingga kakak Aqila dapat melakukannya secara mandiri. Karena untuk mencapai kecerdasan finansial tidak bisa didapatkan secara tiba-tiba. Melainkan melalui proses yang lama, tak cukup hanya dalam hitungan hari saja dan butuh latihan secara berulang.
#AliranRasa
#GameLevel8
#KuliahBundaSayang
#InstituteIbuPriofesional
0 komentar:
Posting Komentar