JADILAH PAKAR SESUNGGUHNYA BUKAN PAKAR DADAKAN
Oleh : Triamiyati
/>Tidaklah sulit bagi setiap orang untuk memberitakan pendapatnya yang tak mendasar dalam membangun opini publik. Apalagi situasi saat ini cukup pelik dan tegang karena pilpres. Pendapat mereka didasari dari sebuah asumsi yang tidak dapat dikaji secara objektif dan proporsional.
Opini yang tak mendasar itu berkembang sangat cepat dan cukup diimani banyak orang akibat tak melakukan saring sebelum share. Seolah-olah mereka menjadi pakar dan ahlinya padahal tidak memiliki kompetensi dan kapasitas apapun untuk bicara dalam hal tersebut. Sahabat saya mengatakan orang-orang semacam ini adalah “pakar dadakan” alias pembicara yang tak memiliki kapasitas namun nekat membangun opini publik dengan share tanpa saring. Itu artinya ia tak dapat mempertanggungjawabkan apa yang di-share itu kepada masyarakat, lalu bagaimana ia mampu mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah Ta’ala. Jari-jari yang begitu heroik melakukan hal ini, seakan menambah panas situasi dan terkesan provokatif. Mereka yang menjadi “pakar dadakan” ini hanya berbicara dan membahas pada musim-musim tertentu. Artinya si “pakar dadakan” hanya seorang pembicara yang temporer. Jika lagi booming issue terorisme, ia akan bicara terorisme dan menjadi seorang anti teror, jika musimnya bencana ia pun akan bicara bencana dan seolah menjadi seorang yang tanggap bencana yang mengerti proses terjadinya bencana hingga mengkritisi banyak lembaga pemerintahan dan ormas-ormas. Jika musimnya pilpres ia juga akan bicara tentang pilpres dan ia akan menjadi yang paling benar. Itulah mengapa saya katakan orang semacam ini sebagai seseorang yang tidak memiliki kapasitas dan kompetensi. Berani ya? Iya berani sekali. Tapi orang-orang ini ada dan bahkan barangkali dekat dengan kita.
Seorang pakar sejati pasti akan berbicara dan berkomentar dengan tanggung jawab penuh sehingga masyarakat dapat mengambil manfaat dari keilmuannya. Sementara “pakar dadakan” tidak memikirkan hal itu bahkan sama sekali tidak mengindahkan hal itu. Mereka hanya menampilkan pengetahuan semu dan bukan dari pengetahuan yang dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan hukum, mereka sibuk dan asyik menunjukkan pada masyarakat pengguna media sosial yang pada akhirnya banyak orang yang me-repost dan share tanpa mengkaji.
masyarakat Media sosial sangat banyak sekali yang tercemari oleh informasi hoaks dari para “pakar dadakan” ini. Mereka belum tau apa yang di dibagikannya itu informasi benar atau tidak, para ”pakar dadakan” itu pun hanya ikutan-ikutan me-repost informasi yang kemudian ia justru termakan informasinya dan seolah seperti di-brain wash dan tiba-tiba ia memiliki gairah yang meningkat untuk me-repost informasi dengan berapi-api. Padahal ia adalah seorang yang berdaya baca rendah. Perilaku para “pakar dadakan” ini tentu saja tidak ada manfaatnya sama sekali bagi kehidupan bermasyarakat apalagi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
seharusnya lembaga-lembaga pendidikan harus lebih intensif dalam menghentikan perilaku para “pakar dadakan” ini, karena bisa jadi masyarakat hari ini menjadi masyarakat yang salah dalam menerima informasi. Namun sayangnya “pakar dadakan” ini justru banyak yang lahir dari insan pendidikan itu sendiri.
Kegiatan literasi harus semakin ditingkatkan di lembaga pendidikan. Kalau sering kita melihat slogan 3 S, Senyum, Salam, Sapa. Maka 3 S yang harus dibumikan saat ini di lingkungan pendidikan adalah SARING SEBELUM SHARE.
Para guru dan dosen seharusnya makin giat dalam menulis buku, jurnal dan karya nyata untuk masyarakat. Sehingga insan -insan yang mengabdikan diri di dunia pendidikan ini menjadi salah satu solusi bagi keresahan masyarakat.
Dengan aktif beliterasi maka harapannya, tidak akan lagi muncul para “pakar dadakan”. Atau paling tidak jika muncul sebuah informasi, maka para insan pendidikan inilah yang mengawali untuk melakukan kajian mendalam terkait informasi yang muncul. Apalagi jika anda adalah seorang pimpinan sebuah organisasi, maka tentu saja akan lebih mudah menyampaikan informasi yang benar melalui ruang-ruang diskusi publik yang anda selenggarakan dan menghadirkan pakar-pakar yang sesungguhnya. Sehingga anda tidak terjebak dalam informasi semu yang tak berdasar dan bukan menjadi pelaku “pakar dadakan”. Meskipun ada sebagian orang yang memiliki niat baik ingin memanfaatkan teknologi untuk menyampaikan informasi tentang apa yang ia ketahui kepada masyarakat, hendaknya diperhatikan sumbernya. Jika yang dibagikan adalah benar-benar dari sumber atau tokoh yang kredibilitasnya sangat baik dan terpercaya maka tentu saja hal itu sah-sah saja dilakukan karena dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu kita juga perlu berhati-hati pada setiap konten tulisan yang hendak dibagikan apalagi informasi dalam bentuk gambar atau video yang sulit untuk ditelusuri sumber kebenarannya. Jangan sampai niat baik kita justru akan menjadi benang kusut yang justru akan memperkeruh keadaan.
Bukankah kehidupan kita masing-masing akan jadi jauh lebih baik jika kita berhenti mengomentari hal-hal yang bukan kapasitas kita, dan mulai belajar menyelami serta mendalami hal apapun yang kita sukai. Atau setidaknya, konsentrasi pada hal-hal yang sedang Allah letakkan di tangan kita sebagai amanah untuk dikerjakan.
Karena sebenarnya sebuah kesukaan kita itu adalah anugerah pertama yang Allah berikan kepada kita yang akan berkembang menjadi potensi dasar diri kita. Dengan potensi kita inilah seharusnya kita memiliki kebermanfaatan yang banyak untuk umat. Maka kembangkanlah apa yang kita sukai dan apa yang menjadi potensi diri kita supaya kita menjadi benar-benar pakar dan ahli di bidang kompetensi kita dan bukan menjadi “pakar dadakan” yang hanya menyampaikan informasi secara temporer secara berapi-api.
Allah pernah menyentuh hati kita, dan menanam bibit di dalamnya berupa potensi . Dia menanam cikal bakal sebuah 'kalimah' dalam diri kita sadarkah kita bahwa hal itu adalah sebuah clue arah kita. Kalau rajin dirawat, bibit itu jadi pohon yang sangat besar.
"Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah membuat perumpamaan kalimah yang baik itu seperti pohon yang baik, yang akarnya kokoh teguh, cabangnya di langit? Pohon itu memberikan buahnya pada semua musim, dengan seizin Tuhannya."
(Ibrahim 23 - 24)
Allah pernah menyentuh hati kita, dan menanam bibit di dalamnya berupa potensi . Dia menanam cikal bakal sebuah 'kalimah' dalam diri kita sadarkah kita bahwa hal itu adalah sebuah clue arah kita. Kalau rajin dirawat, bibit itu jadi pohon yang sangat besar.
"Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah membuat perumpamaan kalimah yang baik itu seperti pohon yang baik, yang akarnya kokoh teguh, cabangnya di langit? Pohon itu memberikan buahnya pada semua musim, dengan seizin Tuhannya."
(Ibrahim 23 - 24)
Dalam saat seperti ini, mari kita kembali berupaya meyakini bahwa jika kita masing-masing bertekad menjadi baik, maka akan baiklah semua. Betapa indahnya jika tak ada lagi kebencian di hati kita, tak ada lagi caci maki dan hujatan, tak ada lagi bullying pada siapapun termasuk kepada calon presiden yang bukan pilihan kita. SULIT? ya tentu sangat sulit sekali. Maka, mari kita berupaya dan bertekad untuk menjadi lebih baik dan lebih adem dalam menyikapi segala informasi yang muncul saat dalam situasi yang seperti ini.
0 komentar:
Posting Komentar