CERDAS FINANSIAL 3
“Menekan Badai Iklan”
Demi pendidikan anak, saya berharap bisa meniadakan televisi di rumah. Namun, saya tidak berhasil mengisolasi anak dari televisi. Karena kami tinggal bersama kakek nenek yang membutuhkan informasi dan hiburan. Kami sangat paham akan buruknya dampak negative televisi bagi anak-anak kami. Berangkat dari kesadaran ini maka, kami membuat jadwal untuk menyalakan televisi. Kakak Aqila hanya boleh menonton serial anak/kartun dan tayangan pengetahuan. Itupun dengan pendampingan bersama ayah atau ibu. Karena tidak semua kartun juga baik untuk anak-anak. Malam hari adalah jatah penuh milik mbah kakung, siang milik neneknya yang suka sekali dengan serial drama alias sinetron. Kakak Aqila hanya dapat jatah pagi untuk kartun monkay and the trunk dan upin ipin Atau acara kajian pagi bersama mbah kakung. Itupun hanya sebentar selebihnya ia akan bermain sampai waktu mandi pagi tiba. Kakak Aqila bisa menonton televisi agak lama di hari ahad untuk kartun doraemon.
Sejauh ini dengan adanya pembatasan jam TV , cukup berhasil melindungi kakak Aqila dari tontonan tidak baik yang menghiasi seluruh stasiun televisi. Namun, ada hal yang tidak bisa dihindari, yang selalu membanjiri setiap menit waktu kakak Aqila bersama TV. Tsunami iklan yang menggempur semua acara TV. banyak hal yang meresahkan disana, diantaranya adalah iklan makanan, minuman, alat mandi, cairan instan pencuci tangan dan lain-lain. Hal ini terekam oleh kakak Aqila sehingga ia sering mengatakan kepada saya bahwa kami harus membeli produk tertentu untuk memperoleh khasiat yang sama seperti yang ada di iklan.
Iklan-iklan itu begitu dahsyatnya, sangat persuasif dan menggiurkan. Berbagai jenis makanan yang secara ilmu kesehatan sangat membahayakan bagi anak-anak ditawarkan dengan begitu memikat. Dari minuman aneka rasa yang katanya banyak mengandung vitamin dan mencerdaskan, snack dengan berbagai rasa, atau junk food berhadiah. Semua iklan itu memberondong dan menggiring pikiran anak supaya terpesona dengan iklan yang ditawarkan. Bahkan kadang kakak Aqila sampai melancarkan aksi yel yel anehnya Seperti ini, “ mau itu..mau itu..mau itu..”
Maka mendampingi anak menonton TV sebaiknya bukan hanya acaranya saja tapi juga iklannya. Saya pun berusaha demikian, bahkan dengan iklan yang bertaburan itu saya mengajak kakak Aqila untuk berpikir kritis. Bukan hal yang mustahil kan untuk dilakukan supaya anak mengerti bahwa tidak semua iklan yang tampil itu baik dan benar adanya. Hari ini, ada cerita menarik tentang iklan yang bermunculan di TV.
“ Bu, aku mau dibelikan minuman itu lho bu… kan itu ada vitaminnya. Kata ibu makanan yang ada vitaminnya bagus kan untuk tubuh kita?” pintanya dengan sedikit merengek.
Tentu saja dengan pertanyaan ini saya harus berpikir untuk menjawabnya supaya kakak Aqila mengerti tentang maksud sebuah produk di iklankan.
“ kak, adanya iklan -iklan itu hanya untuk menarik pembeli. Makanya iklannya dibuat bagus dan menarik supaya yang lihat iklan itu mau beli produknya. Tapi sebenarnya, iklan -iklan itu nggak semuanya bener kak.” saya menjawabnya dengan rasa yang tidak karuan.
“ kok begitu bu? Jadi iklannya bohong ya?” ia lanjut bertanya.
“ minuman yang kakak inginkan itu salah satu contoh iklan yang tidak benar. Karena dalam minuman itu mengandung pewarna, pengawet, gula buatan, perisa rasa yang mirip sama buah. Bukan minuman itu yang mengandung vitamin tapi buah asli yang betul-betul ada vitaminnya.” jelasku.
“ jadi itu iklannya bohong ya bu?” ia masih ingin sebuah penegasan.
“ iya, iklan itu menarik karena biar anak-anak kayak kamu mau beli. Padahal enggak ada vitaminnya itu.” jawabku.
Sedih rasanya dengan iklan yang membabi buta seperti itu. Susah payah para ibu mengajarkan anaknya untuk terbiasa makan sayur dan buah yang mengandung banyak vitamin dan mineral. Namun iklan-iklan yang muncul mengajarkan hal yang sebaliknya. Seolah-olah produk mereka adalah yang terbaik. Dari iklan ini saya jadi mengerti bahwa banyak hal yang harus saya sampaikan ke anak. Cukup menguras energi dan pikiran saya tentang bagaimana saya harus menjelaskan sesuatu yang pelik ini dengan bahasa yang dapat ia mengerti. Karena bukan hanya masalah produknya bohong atau tidak tapi juga tentang konsep kebutuhan dan keinginan. Kakak Aqila pun juga harus mengerti mana barang yang ia butuhkan dan mana barang yang sekedar diinginkannya. Kemampuan membedakan butuh dan ingin juga termasuk bagian dari kecerdasan finansial.
Kita harus mengajarkan pada anak tentang konsep mengutamakan kebutuhan daripada keinginan. Saya berupaya memberi pengertian pada kakak Aqila supaya membeli sesuatu sesuai dengan kebutuhan bukan karena kita sedang menginginkannya. Konsep ini dipercaya akan berguna bagi anak sampai tumbuh dewasa. Anak akan tumbuh dengan kemampuan mengatur setiap penghasilan yang diterimanya.
Hari ini ada beberapa barang yang harus saya beli di sebuah minimarket, sengaja saya mengajak kakak Aqila untuk berbelanja. Dengan harapan cara seperti ini akan lebih efektif dalam hal memberikan contoh tentang mengelola uang dan mengajarkan konsep mengutamakan kebutuhan daripada keinginan. Sesampainya di minimarket kakak Aqila berjalan melihat -lihat barang yang berjejer rapi dalam toko. Sementara itu saya segera menuju tempat dimana barang yang saya perlukan berada. Sambil ku amati kakak Aqila dari jarak yang tak terlalu jauh. Saya sengaja tak menanyakan apapun tentang apa yang dilihatnya. Karena saya tahu ia berdiri di depan deretan minuman kemasan yang berjejer panjang.
“ ibu...itu kayak yang di iklan tadi ya bu?” tanyanya menunjuk pada sebuah botol minuman rasa aneka buah.
“ hehe..iya.” jawabku singkat.
“ kan iklannya itu bohong ya bu?” ujarnya sambil tersenyum.
“ iya, mending kakak makan buahnya saja. Atau kalau mau minuman ya buahnya di jus aja. Segar dan lebih sehat.” jawabku
“kita kan kesini nggak untuk beli makanan atau minuman. yuk kita pindah ke sana, cari sabun dan sampo untuk kakak dan Adzkiya.” lanjutku sambil mengalihkannya dari minuman itu.
Begitu sampai di bagian alat mandi yang berdekatan dengan alat kosmetik, tiba-tiba kakak Aqila menarik tanganku dan menunjukkan sesuatu.
“ ibu lihat itu, ibu harusnya beli itu bu biar wajah ibu jadi glowing.” katanya menirukan seorang model kosmetik.
“ walah...gak perlu kak, kata ayah wajah ibu juga udah glowing tanpa pake yang begituan.” saya tertawa sambil mengelus dada. Benar-benar anak itu sangat mudah sekalì termakan iklan. Saya merasa selesai dengan minuman ternyata untuk hal lain masih banyak PR.
Tiba-tiba kakak Aqila beralih pada sebuah produk sabun dan sampo. Karena memang sabun dan sampo miliknya sudah habis, namun sampai disini pun kakak Aqila masih berkutat dengan apa yang ada di iklan. Ia tidak mengambil produk yang biasanya ia pakai melainkan memilih produk lain dengan berbagai alasan.
“ ibu aku mau yang ini saja ya bu baunya lebih wangi dan rambut jadi kinclong.” katanya dengan perbendaharaan kata baru.
“ aih…darimana kakak Tau kalau itu lebih wangi trus bikin kinclong lagi.” aku mengintrogasinya.
“ yang ini tu sama kayak punya Mbak Ela lho bu..kata mb Ela punyanya lebih wangi bu.” jawabnya.
Campur aduk perasaan saya saat itu. Meskipun kakak Aqila tak menjawab dari TV, tentu saja informasi dari sepupunya itu juga senada dengan iklan lagipula ia juga pasti mengkonstruk pengetahuannya itu dengan iklan yang pernah dilihatnya. Anak-anak merupakan target empuk para pengiklan yang akan jadi korban iklan.
“ oh gitu, kita lihat harganya ya. Nih harganya lebih mahal dari yang biasa kita pakai kak. Kan sayang beli mahal-mahal padahal kegunaannya sama saja. Mending uangnya kakak tabung karena harga yang ini ibu tidak bisa membelinya.” saya mencoba memberinya pengertian.
“ iya deh bu...nanti kalau aku mau yang itu aku bisa minta mbak Ela saja ya bu.” jawabnya manis sekali.
Praktik langsung seperti ini akan membuat anak lebih mudah mempelajari dan merekam sebuah pengajaran tentang butuh dan ingin. Apalagi dengan harga sebuah produk yang tidak sesuai dengan anggaran belanja keluarga kami. Meskipun adegan menirukan model iklan akan saya lihat saat kakak Aqila melihat produk-produk tertentu. Akan tetapi, melalui iklan saya dapat mengajarkan kepada kakak Aqila tentang konsekuensi produk terhadap harga jual dan fungsinya. Dengan harapan kakak Aqila akan mengerti bahwa sebuah produk yang praktis, bagus dan canggih belum tentu sesuai untuk ukuran keluarga kami dan belum tentu menjadi kebutuhan kami.
Saya bersyukur kakak Aqila yang masih polos itu mudah saya arahkan dan mudah diberikan penjelasan. Ini pertanda bahwa anak usia dini samasekali belum memiliki pengetahuan yang luas. Ia hanya bersikap sebagai anak yang sedang menjelajahi banyak hal dengan rasa ingin tahunya yang tinggi dan kemampuannya mengkonstruk sebuah informasi yang didapatkannya. Maka saya harus selalu mendampinginya dalam setiap proses belajarnya.
#IbuProfesional
#BundaSayang
#Level8
#Tantangan10Hari
0 komentar:
Posting Komentar