MENJAJAKI GAYA BELAJAR DENGAN STIMULUS KEGIATAN
“BERCERITA BERSAMA AYAH”
Besarnya frekuensi kebutuhan anak Bersama ayahnya untuk berinteraksi secara aktif memang tidak bisa diberikan patokan khusus seperti setiap hari, dua hari sekali,seminggu sekali atau sebulan sekali. Mengapa demikian? Tentu saja karena setiap ayah memiliki peranan penting dalam keluarga yang memiliki tanggungjawab sebagai pemimpin keluarga. Sang Nahkoda kehidupan keluarga dengan segudang tanggungjawab dan pekerjaannya. Namun, bagaimanapun setiap anak tetap memerlukan figure ayahnya dalam kehidupannya sebagai sosok yang sangat penting dalam memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sang anak. Tak perlu lama-lama, sepuluh menit pun cukup asalkan efektif dan produktif. Banyak ayah yang tinggal Bersama dengan anak-anaknya dan memiliki banyak waktu di rumah, tapi tidak melakukan sesuatu Bersama-sama dengan anaknya dan tidak ada komunikasi produktif yang terjalin maka hal ini sama saja sang ayah tidak berperan atas Pendidikan anaknya.
Baca Juga ya
Bagi ayah yang jadwal kerjanya padat, akan lebih baik jika menyisihkan waktunya antara 10 hingga 15 menit dalam sehari untuk menjalin komunikasi dengan anaknya, tinggalkan sejenak saja smartphone ayah untuk totalitas membersamai anak beberapa menit namun efektif dan produktif. Hal semacam ini jika telah menjadi kebiasaan dan agenda tetap ayah, kenangan indah Bersama ayah akan membekas sangat dalam di dalam memori anak. Ia bahkan akan mengingatnya dengan rasa bahagia dan menanti-nanti waktu sepuluh menit Bersama ayah itu tiba. Anak akan mengingat waktunya dan merekam sejumlah aktivitas yang menjadi kenangan indah bagi anak karena memiliki kebersamaan dengan ayah.
Lalu kegiatan apa yang dapat dilakukan ayah yang hanya beberapa menit saja? Banyak pilihannya ya, ayah dapat mengajak anaknya berjalan-jalan di pagi hari sebelum berangkat beraktivitas sambil bercanda,bermain dan becerita. Jadi pagi harinya akan sangat berkesan dan dapat memengaruhi kondisi jiwa anak sepanjang harinya. Bisa juga selepas shalat magrib, ayah dapat gunakan waktu ini sampai sholat isya untuk bermain dan bercerita Bersama anak, membangun komunikasi efektif dengan menanyakan perasaan anak di hari itu, ada kejadian apa seharian, adakah yang membuatnya marah, kesal atau sedih. Atau hanya sekedar menanyakan aktivitas anak dalam sehari itu. Wah…ini adalah waktu yang sangat menarik bagi anak untuk mengekplorasi perasaannya dan pikirannya tentang apa saja yang ia rasakan dan lakukan dalam sehari. Ayah juga dapat memanfaatkan sepuluh menit menjelang tidur malam dengan membacakan cerita untuk anak, hal ini juga dapat membuat anak sangat senang dan menanti-nanti waktu menjelang tidur malamnya, karena pasti ayah akan hadir di dekatnya untuk membacakan cerita. Atau jika ayah yang hanya memiliki waktu akhir pekan, ayah dapat melakukan aktivitas Bersama anak dengan family project.
Kehadiran ayah meskipun hanya beberpa menit saja akan berpengaruh sangat mendalam dalam perkembangan psikologi anak. Bagaimanapun ayah tetap harus peduli dengan perkembangan anaknya dan turut serta memeperhatikan kebutuhan fitrah belajarnya. Meskipun tak dapat mendampingi secara full time, yang penting ayah totalitas dengan beberapa menit yang dimilikinya bersama anak. Dengan totalitasnya ayah ketika membersamai anak, akan menjadikan ayah juga mengerti dan peka akan perkembangan dan kebutuhan belajarnya, sepuluh menit cukup untuk ayah dapat menjajaki dan mengamati perkembangan anak.
Baca Juga ya
Seperti halnya ayah Aqila membersamai anak meski hanya dalam waktu singkat dan terbatas tetap harus dilakukan ayah sebagai jadwal wajib yang harus ayah Aqila lakukan. Sang ayah memiliki waktu pagi hari, biasanya ayah mengajak Aqila untuk marathon atau hanya sekedar jalan-jalan pagi sambil bercerita banyak hal, bercanda dan tertawa lepas, bermain kejar-kejaran dan Aqila yang bergelayutan manja di gendongan ayahnya. Ah…melihatnya saja bisa ikut senang. Sering sekali Aqila menantikan waktu pagi ini supaya bisa jalan-jalan bersama ayah. Waktu kedua adalah setelah sholat magrib, Aqila hampir setiap hari selalu ikut ayah sholat maghrib di masjid. Pulang dari masjid ayah pasti memurojaah hafalan Aqila atau mentalqin hafalan baru untuknya. Setelah itu, mereka berdua akan bermain bersama dan bercanda. Namun kali ini sengaja ibu meminta ayah untuk membacakan cerita untuk Aqila, karena ibu ingin melihat reaksi Aqila ketika dibacakan cerita oleh ayah, apakah ia dapat menangkap apa yang disampaikan ayah dalam ceritanya, apakah Aqila dapat menyimak dan memperhatikan dengan baik, dan banyak lagi yang ingin ibu amati dari proses stimulus auditory sebagai salah satu gaya belajar. Karena metode talqin sangat cocok untuk Aqila dapat menghafal surat-surat pendek dalam Al-quran, maka ibu ingin mengatahui sejauh mana Aqila memaksimalkan indra pendengarannya untuk sebuah informasi dan pengetahuan.
Kuberikan kesempatan Aqila untuk memilih buku ceritanya dan cerita mana yang ia inginkan. Ada tiga kisah cerita yang ia pilih yaitu tentang hewan qurban, suasana hari raya idul fitri dan kedisiplinan merapikan barang-barang yang selesai digunakan. Namun tidak banyak yang saya peroleh dari aktifitas ini. Ah…entah apa yang sebenarnya terjadi, apakah Aqila sedang Lelah atau memang gaya ayah bercerita kurang dramatis. Tidak seperti biasanya, Aqila cenderung pasif dan hanya sekedarnya saja menyimak cerita yang dibacakan ayah. Tidak ada respon berlebihan dari Aqila yang biasanya ia akan menghentikan cerita dan antusias bercerita sendiri tentang pengalamannya yang senada dengan cerita yang sedang dibacakan. Aqila hanya memilih untuk tersenyum dan melihat gambar-gambar yang ada didalam buku cerita.
Meskipun begitu, tak jadi masalah bagiku untuk tetep melakukan penjajakan gaya belajarnya. kondisi seperti ini tentu ada alasannya yang saya sendiri belum mengetahuinya. Setelah cerita dibacakan siang itu, mereka berdua tidur berpelukan dengan nyenyaknya. Ah..barangkali memang Aqila sudah mengantuk dan Lelah. Malam harinya kutanyakan kepadanya perihal cerita yang dibacakan ayah siang tadi, saya menggali informasi sebanyak-banyaknya.
“ kak, tadi siang dibacain cerita sama ayah seneng nggak?”
“ seneng bu, kan ayah nggak pernah libur. Yang bacain ceritanya ibu terus”
“ oh..diceritain apa tadi”
“ iya cerita hewan qurban, trus takbiran kayak dirumah mbahku Jepara, trus dikasih sangu kalau lebaran”
“ wah…banyak ya ceritanya kayaknya seru nih…sayang ibu tadi nggak ikutan sii”
“ ah..tapi aya ceritainnya nggak kayak ibu”
“lho…ya nggak apa-apa, gaya ayah sama ibu kan beda kak”
“ ya tapi aku jadi ngantuk, nggak kayak ibu kalau certain aku, sambil main sama aku”
“oh…jadi kamu malah ngantuk? Ya bagus dong…biasanya kakak malas bobok siang,jadi mau bobok siang kan..”
“hmmmm…ya tapi ayah …”
“ yaudahlah nggak apa-apa, tapi kamu seneng kan diceritan sama ayah, bisa peluk ayah, bisa ketawa sama ayah. Kan jarang-jarang tu ayah di rumah. Jadi pas ayah di rumah bisa bareng-bareng deh sama Aqila”
“iya bu, aku seneng banget kalau ayah sama ibu libur, aku jadi punya banyak temen main.”
“ nah…gitu dong…oya kak ayah tadi cerita apa lagi selain hewan qurban sama hari raya idul fitri?”
“ iya tadi ada cerita kalau habis ambil buku harus dikembalikan di rak buku lagi, ambil mainan dikembalikan di tempat mainan lagi, abis makan piringnya juga ditarok di tempat cucian piring. Ya..gitulah.”
“ wah..kakak masih inget. Memang kakak kayak gitu nggak? Kalau abis ambil buku dikemblikan di rak lagi nggak?”
“ iya lah bu…aku aja abis main mau kok beresin mainannya, abis minum susu juga gelasnya aku tarok di cucian piring .”
“ wah…hebatnya anak ibu..pinter deh.”
Dialog Bersama Aqila ini sudah cukup untuk menjawab rasa penasaranku tadi siang. Barangkali saking nyamannya sama ayah dia jadi mudah mengantuk. Tapi dalam keadaan ngantuk seperti itupun dia masih mampu menyimpan dan mencerna informasi yang keluar dari cerita yang dibacakan ayahnya. Kemampuan auditory nya masih dapat bekerja meskipun tak ada reaksi pada saat dia mndengarkan cerita. Namun sebenarnya, strategi dalam mengembangkan kemampuan auditory kita perlu melakukan penekanan-penekanan suara. Pada cerita yang dibacakan ayah karena kurang dramatis, yang mampu diingat oleh Aqila adalah tentang ceritanya, bukan makna ceritanya. Karena pada saat kita mengunakan metode suara untuk menyampaikan inforamasi apapun, kita perlu melakukan trik. Seperti halnya untuk sesuatu yang penting atau rahasia, kita sering menggunakan metode berbisik di telinga atau penekananan suara pada beberapa kisah yang seru atau menegangkan. Menggunakan tekanan auditori ini akan membantu melekatkan informasi pada pikiran anak. Bila perlu guanakan suara yang lantang dan memvisualisasikannya dengan tanpa menggunakan buku tapi dengan ekspresi. Hal ini akan membantu anak untuk menyerap informasi yang secara otomatis anak telah belajar dan menyimpannya dengan cara multi-sensori, sederhana tapi efektif.
Kegiatan bercerita ini sangat baik untuk mengasah kemampuan auditory pada anak. Pada dasarnya setiap anak memang memiliki semua gaya belajar, artinya anak berpotensi memiliki kemampuan memahami informasi baik dengan gaya visual, auditory atau kinestetik. Meskipun anak memiliki kecenderungan dan menonjol pada salah satunya, tidak menutup kemungkinan anak juga akan mendapatkan informasi dengan gaya yang berbeda dari gaya belajar yang dominan dari dirinya. Nah, tentu tidak ada salahnya kita juga mencoba mengemabangkan gaya belajar yang lain supaya lebih variative. Yang penting tidak memaksakan dan menjejali anak yang kemudian akan menjadikan anak justru hilang minat belajarnya.
Dari pengalaman Aqila bercerita Bersama ayah ini, saya menemukan bahwa Aqila mampu mengingat dengan baik dan mengahafal kosa kata dan gagasan-gagasan yang disampaikan oleh ayahnya. Ia juga mengingat nama tokoh yang ada dalam cerita tersebut serta mampu mengungkapkan emosi secara verbal melalui dialog dengan ibu yang disertai dengan perubahan nada bicara. semua ini merupakan ciri kemampuan auditory, artinya Aqila memiliki kemampuan auditory yang baik, meskipun auditory bukanlah hal yang paling menonjol dari gaya belajarnya.
0 komentar:
Posting Komentar