Mengobati Kekecewaan Hati Anak
Seorang anak tampak bahagia ketika mengetahui bahwa ibunya akan mengantar dan menjemputnya di TK. Sebelumnya sang ibu jarang mengantarkannya karena selain bekerja, ia juga sibuk merawat bayinya.
" Jadi, nanti aku sekolah diantar Ibu ya? Asik...pulangnya juga dijemput Ibu kan?" Ujar sang anak sambil tersenyum bahagia.
Ketika hendak berangkat, dilihatnya sang ibu sudah siap di atas sepeda motor. Segera ia menghampiri sang ibu dengan hati gembira. Ia memilih duduk di bagian depan. Sepanjang jalan banyak hal yang ia ceritakan kepada sang ibu dan terus saja bernyanyi.
Kebahagiaan itu masih terpancar hingga perjalanan pulang ke rumah. Saat berjalan memasuki rumah, ia selalu menggandeng tangan sang ibu sambil bercanda dan tertawa. Begitu selesai meletakkan semua barang, ganti baju dan makan siang, sang anak mengeluarkan semua mainan dan bonekanya dan mengajang sang ibu untuk bermain. Si ibu yang akan kembali bekerja merasa kaget melihat apa yang dilakukan anaknya. Ia lupa tidak memberitahu anaknya sejak awal bahwa ia akan kembali bekerja siang itu.
Kemudian sang ibu meminta izin untuk berangkat, namun anak itu tampak begitu sedih dan menangis sambil memeluk boneka lala di dadanya. Si ibu merasa iba, rasanya ia juga tak tega meninggalkan anaknya begitu saja dalam kekecewaan. Sang ibu kemudian memeluk erat anaknya lalu mendudukannya dalam pangkuan. "Sayang, Ibu tahu kalau Aqila sedih dan kecewa sama Ibu karena mengira hari ini Ibu akan ada di rumah terus. Ibu minta maaf ya, karena sebelumnya nggak ngasih tahu dulu ke Aqila. Ibu juga tahu kalau Aqila punya rencana mau main sama Ibu, Insya Allah nanti sore Ibu bisa bermain lagi dengan Aqila ya."
Sang Ibu berbicara memberi pengertian pada anaknya, dengan sentuhan dan kelekatan. Meskipun masih terisak sang anak akhirnya mengatakan,"Tidak apa-apa Ibu pergi, yang penting Ibu sayang aku dan janji mau main sama aku," ujarnya dengan mata yang basah.
Kisah ini mendeskripsikan bahwa kesedihan, ketakutan, dan kekecewaan terhadap perpisahan sering dirasakan oleh anak. Apalagi jika hal itu di luar perkiraannya. Sebenarnya hal itu normal dan wajar terjadi pada anak-anak. Maka dari itu, jika orang tua hendak meninggalkan anak? Sebaiknya orang tua memberitahukan sebelumnya tentang kapan dan berapa lama akan pergi. Dan diulang-ulang terus sampai anak bisa mengerti. Harapannya, anak akan siap untuk berpisah dan dapat memperkirakan kapan si anak dapat bertemu kembali.
Ada sebagian orang tua yang hendak meninggalkan anaknya harus menyelinap dan sembunyi-sembunyi agar anaknya tidak mengetahuinya. Dengan niat untuk menghindari kesedihan dan kekecewaan bahkan tantrum si anak. Namun, sesungguhnya cara itu justru akan merusak kepercayaan dan membuat ketergantungan si anak.
Jika anak masih berusia balita, orangtua tidak perlu khawatir jika harus mengkomunikasikan hal itu. Karena sesungguhnya anak sudah mampu berpikir sesuai dengan tahapannya. Tak sedikit dari anak-anak itu pun sudah mampu membuat rencana. Karena itu, sebaiknya orang tua jangan mengabaikan perasaan dan rencananya. Jika kenyataan yang terjadi adalah kekecewaan si anak, maka anak akan merasa sering dikecewakan atau dibohongi. Sehingga mereka justru menjadi anak yang 'rewel'. Maka terbuka menyampaikan situasi dan kondisi yang sebenarnya adalah sikap yang paling tepat.
Lalu bagaimana jika ada hal-hal mendadak di luar rencana kita dan harus meninggalkan anak? Tetap sampaikan kepada anak hal dan situasi yang sebenarnya terjadi dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang. Jangan lupa sampaikan bahwa kita pun memahami perasaan mereka. Supaya mereka terhibur dan terobati kekecewaan hatinya. Dan tentunya dengan terus meminta pertolongan kepada Allah agar dilembutkan hati anak-anak kita, supaya mereka mudah untuk dinasihati dan diarahkan.
artikelnya keren dan sangat bermanfaat, jangan lupa klik dan kunjungin artikel ini:
BalasHapusUNGGUL DARI LUKSEMBURG,PORTUGAL CETAK GOAL BUKAN DARI RONALDO?